PDI Perjuangan (PDIP) ternyata tak cukup mampu merawat tren positif
terhadap kemenangan Jokowi di Jakarta. Terbukti setelah kemenangan di
Jakarta, PDIP berturut-turut kalah di pilgub Jawa Barat (Jabar) dan
Sumatera Utara (Sumut). Saya tidak memasukkan kemenangan kandidat yang
didukung PDIP di Sulawesi Selatan, karena tak ada kader PDIP yang maju
di sana.
Berbeda di Jawa Barat dan Sumatera Utara. Dalam pilgub Jabar, PDIP
mengusung kadernya sendiri yaitu Rieke Diah Pitaloka yang dipasangkan
dengan Teten Masduki. Pasangan ini memperoleh hasil yang cukup cemerlang
karena mampu mengalahkan Dede Yusuf yang dalam survey-survey sebelumnya
unggul terhadap Rieke. Dalam pilgub Jabar sosok Jokowi juga
dimanfaatkan oleh PDIP untuk mendongkrak suara Rieke.
Dalam pilgub Sumut yang berlangsung hari ini, PDIP mengusung Effendi
Simbolon sebagai Cagub. Fenomena yang terjadi di Jawa Barat juga muncul
di sini. Dalam berbagai rilis quick count Effendi Simbolon mampu
memperoleh posisi kedua dalam perolehan suara menggeser Gus Irawan yang
dalam survey sebelumnya memperoleh posisi kedua. Jokowi dalam pilgub
Sumut juga dihadirkan sebagai juru kampanye Effendi Simbolon.
Dua kekalahan beruntun ini seolah menodai prestasi besar PDIP
memenangkan Jokowi di Jakarta. Tak hanya itu, kekalahan ini juga sedikit
mempengaruhi ‘daya magis’ Jokowi karena kandidat yang didukungnya tak
dapat memenangi kontestasi pilgub. Padahal kemenangan di Jakarta membawa
daya dukung moral yang sangat besar kepada kader-simpatisan PDIP di
daerah-daerah. Ibarat sebuah mesin, kemenangan PDIP dengan Jokowinya
membuat mesin partai menjadi sangat panas, dan siap untuk segera dipacu
mengarungi tahun politik ini. Namun kekalahan di dua pilgub ini menurut
saya cukup dapat menggoncang kader yang menjadi mesin politik PDIP.
Ditambah lagi pilgub Jawa Tengah (Jateng) yang akan diselenggarakan
dalam waktu dekat akan sangat mempengaruhi moral kader PDIP. Seperti
yang kita tahu, PDIP memiliki basis massa yang sangat kuat di Jateng.
Sehingga PDIP tak punya pilihan lain untuk menjaga moral kader-kadernya
selain menang di kandang sendiri. Kekalahan PDIP di Jateng akan
menimbulkan pukulan yang besar bagi kader. Selain karena kalah tiga kali
berturut-turut, PDIP juga kalah di kandang sendiri.
Bisakah PDIP menjaga suara di kandangnya sendiri? Manuver politik di
detik-detik akhir menurut saya membuat PDIP harus bekerja keras karena
ketiga pasangan kandidat cagub-cawagub Jateng ini sama-sama memiliki
warna ‘merah’. Disamping Ganjar Pranowo-Heru Sudjatmoko yang diusung
PDIP, Bibit Waluyo (petahana), dan Don Murdono (cawagub dari Hadi
Prabowo), sama-sama memiliki masa lalu di PDIP. Apalagi tidak
dimajukannya Rustriningsih yang sebelumnya dijagokan akan diusung PDIP
memiliki efek tersendiri bagi pemilih PDIP di Jateng. Selain itu,
hadirnya Hadi Prabowo-Don Murdono akan menguntungkan petahana Bibit
Waluyo karena dapat memecah suara pemilih yang tidak menyukai Bibit
Waluyo.
Pilgub Jateng akan menjadi pertaruhan yang sangat besar bagi PDIP untuk
menjaga semangat dan moral para kadernya menghadapi 2014. Tiga kali
kekalahan dan kalah di kandang sendiri akan sangat memukul mental kader.
Jika dibandingkan dengan partai lain, sebenarnya hal ini juga melanda
dua partai besar Demokrat dan Golkar. Calon yang diusung dua partai ini
juga menderita kekalahan. Hanya PKS saja untuk saat ini yang memiliki
tren positif. Setelah menerima pukulan telak, kader PKS mampu diobati
dengan dua kemenangan beruntun di Jabar dan Sumut.
Biar waktu yang menjawab, apakah PDIP mampu membangkitkan moral
kadernya, atau malah akan menerima pukulan yang sangat telak di kandang
sendiri.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !